Pemuda 'Bakar Kapal' (Part 1)
Sebelumnya, izinkan saya untuk memperkenalkan diri. Nama saya Muhammad Azam. Tinggal di Kota Mojokerto. Oke, cukup perkenalannya. Di sini saya akan menceritakan seorang pemuda yang nekat ‘bakar kapal’. Penasaran dengan pemuda tersebut? Oke, Cekidot!
Sebut saja dia Sholih. Kisah ini bermula dari dia yang masuk ke sebuah pesantren ternama di Pasuruan yang bernama Pesantren Persatuan Islam (PERSIS) 1 Bangil, Pasuruan.
Selama Masa Orientasi Siswa (MOS), hanya sekali dia menjuarai lomba, yakni lomba berceramah, ya kalau di ANTV ada istilah PILDACIL. Lomba futsal, dia tidak dimainkan. Lomba menyanyi dan menari, dia pun hanya bisa loncat-loncat.
Pada awalnya, dia merasa optimis bahwa dirinya mampu beradaptasi di pesantren tersebut. Ternyata dugaannya salah!
Bermula dari pengangkatannya sebagai ketua kelas 1 Mts, dia mulai dibenci oleh teman-temannya di pesantren . Mulai dari kepemimpinannya yang cenderul terlalu ‘jujur ‘, temperamental, terlalu alim, dan cenderung pelit (kata teman-temannya sich begitu). Bahkan dia sempat dikucilkan oleh anak-anak 1 pesantren karena hal-hal tersebut hingga pada akhirnya dia mengundurkan diri dari jabatannya.
Di umurnya yang ke 13, dia masih memiliki wajah yang cenderung jelek (kata teman-temannya sich begitu). Dan kejelekannya pun semakin menjadi-jadi tatkala dia kehujanan sebuah putung rokok yang ujungnya masih terbakar. Putung rokok tersebut jatuh tepat mengenai jerawat pertamanya sehingga membuat wajahnya infeksi dan jerawatnya pun menyebar hingga menutup seluruh permukaan wajahnya. Syukur Alhamdulillah tak ada satu pun jerawat yang menutupi mulut dan kedua lubang hidungnya. Dan pastinya, semua orang pun semakin menghinanya terutama karena fisiknya tersebut.
Hinaan tersebut ternyata membawa barokah untuk dirinya. Karena hinaan-hinaan yang bertubi-tubi itu dia sering mengucilkan dirinya di dalam masjid di pesantrennya. Dia sering menghabiskan waktunya di sana dan hanya balik ke asrama untuk tidur malam. Dia habiskan waktunya untuk mengaji, menghafal juz 30, dan belajar. Uniknya jika dia belajar, dia selalu membuat soal-soal sendiri dan setelah soal-soalnya sudah jadi dia kerjakan sendiri.
Memang terdengarnya gila, tapi cara tersebut memang benar-benar efektif. Selama 3 tahun sekolah di pesantren, tak sekali pun dia pernah beranjak turun dari peringkat pertama di kelasnya. Padahal jika dilihat dari tiap mata pelajarannya, dia masih kalah dengan teman-teman yang lainnya.
Pelajaran Fiqih, dia kalah dengan yang namanya Saifun Nur.
Pelajaran Nahwu, dia kalah dengan yang namanya Fajar Islami Humam.
Pelajaran Bahasa Arab, dia kalah dengan yang namanya Ashar Syauqi Wildanul Hakim.
Pelajaran Bahasa Inggris, dia kalah dengan yang namanya Achmad Syaifudin.
Pelajaran Fisika dan matematika, dia kalah dengan yang namanya Ali Arifin.
Dan masih banyak lagi. Aneh, tapi nyata!
Oke, cukup sampai di situ saja kisah perjuangan singkat si Sholih menghadapi gejolak di pesantren. Di lain waktu saya akan ceritakan tentang si Sholih yang mulai memiliki pola pikir seorang Entrepreneur dengan usianya yang belum genap 14 tahun!
Wahhh..bagus banget tulisannya ya... Gak sabar nich untuk baca seri berikutnya. Tolong jangan lama2 ya Mas Azam... Terima kasih.
BalasHapus@Lim Mulyono : Terimakasih... Silahkan Antum baca kelanjutannya di judul : Pemuda 'Bakar Kapal' (Part 2)
BalasHapusSyukron jazakumulloh ahsan jaza'