Pasangan Syuhada'
Ditatapnya layar kaca di depannya. Dibacanya berita demi berita yang ada. Ia tak sedang membaca berita tentang negerinya, Indonesia. Hanyalah wajah-wajah berdarah warga palestina yang memenuhi layar komputernya.
Terlihat tajam tatapan kedua matanya. Merah matanya menunjukkan kemurkaannya. Dan terdengarlah umpatan demi umpatan yang keluar dari mulutnya, "Terlaknatlah Israel, terkutuklah Amerika."
Sejenak ia alihkan pandangannya dari komputernya. Ia pandangi apa yang ada di sekitarnya. Dan di atas ranjangnya, terpampang bidadari mungil yang nampak tertidur dengan pulasnya.
Panggil saja ia Azam - tekad yang bulat arti dari namanya. Sedang yang tertidur di ranjangnya, adalah istrinya yang bernama Khusnul Khotimah. Wanita yang menemaninya 22 tahun lamanya.
Memandang senyum manis istrinya, melupakan apa yang baru ia baca. Ia pun kembali hanyut dengan keindahan dunia. Lupa dengan derita yang dialami oleh saudaranya di Palestina.
Ia pun menghampiri istrinya. Merebahkan tubuhnya di sisinya. Kedua tangannya memeluk tubuh bidadari mungilnya. Dan ia pun turut tertidur dengan pulasnya.
Terlihat tajam tatapan kedua matanya. Merah matanya menunjukkan kemurkaannya. Dan terdengarlah umpatan demi umpatan yang keluar dari mulutnya, "Terlaknatlah Israel, terkutuklah Amerika."
Sejenak ia alihkan pandangannya dari komputernya. Ia pandangi apa yang ada di sekitarnya. Dan di atas ranjangnya, terpampang bidadari mungil yang nampak tertidur dengan pulasnya.
Panggil saja ia Azam - tekad yang bulat arti dari namanya. Sedang yang tertidur di ranjangnya, adalah istrinya yang bernama Khusnul Khotimah. Wanita yang menemaninya 22 tahun lamanya.
Memandang senyum manis istrinya, melupakan apa yang baru ia baca. Ia pun kembali hanyut dengan keindahan dunia. Lupa dengan derita yang dialami oleh saudaranya di Palestina.
Ia pun menghampiri istrinya. Merebahkan tubuhnya di sisinya. Kedua tangannya memeluk tubuh bidadari mungilnya. Dan ia pun turut tertidur dengan pulasnya.
Benarkah ia tertidur dengan pulas? Setelah melihat kekejaman rezim zionis, setelah melihat isak tangis warga Palestina, dan ia masih bisa tertidur dengan pulas?
Anda benar, Azam tak bisa tidur dengan pulasnya. Sebagaimana pulasnya tidur sang kekasihnya. Malam itu terasa panjang olehnya. Dengan mimpi-mimpi mengerikan yang menghantuinya.
Terdengar olehnya desingan peluru tank. Terdengar olehnya suara tembakan yang bertubi-tubi. Terdengar pula olehnya gemerutuk batu yang berjatuhan, Dan diakhir dengan dentuman rudal yang meledak.
Ya, desingan peluru tank itu milik Israel. Suara tembakan itu juga dari tentara Israel. Dan dentuman rudal itu juga kiriman dari Tel Aviv, Israel. Hanya gemerutuk batu yang berjatuhanlah dari bocah-bocah Gaza.
Sekejap suasana terasa sepi senyap. Tak ada yang bisa ia lihat. Semuanya tampak gelap gulita. Hingga terdengarlah suara yang begitu menggetarkan hatinya;
"Hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar".
Anda benar, Azam tak bisa tidur dengan pulasnya. Sebagaimana pulasnya tidur sang kekasihnya. Malam itu terasa panjang olehnya. Dengan mimpi-mimpi mengerikan yang menghantuinya.
Terdengar olehnya desingan peluru tank. Terdengar olehnya suara tembakan yang bertubi-tubi. Terdengar pula olehnya gemerutuk batu yang berjatuhan, Dan diakhir dengan dentuman rudal yang meledak.
Ya, desingan peluru tank itu milik Israel. Suara tembakan itu juga dari tentara Israel. Dan dentuman rudal itu juga kiriman dari Tel Aviv, Israel. Hanya gemerutuk batu yang berjatuhanlah dari bocah-bocah Gaza.
Sekejap suasana terasa sepi senyap. Tak ada yang bisa ia lihat. Semuanya tampak gelap gulita. Hingga terdengarlah suara yang begitu menggetarkan hatinya;
"Hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar".
Seketika ia pun terjaga dari tidurnya. Nafasnya begitu terengah-engah tak beraturan. Tubuhnya amat gemetaran. Hingga istrinya pun turut terjaga dari tidurnya.
"Ada apa, Ayah? Mengapa nafas Ayah terengah-engah? Ayah mimpi buruk ya? Bunda ambilkan air minum untuk Ayah, ya?" tanya istrinya dengan bertubi-tubi. Namun, Tak satu pun kata yang keluar dari mulut Azam. Tak satu pun jawaban yang diberikan untuk istrinya. Tatapan matanya begitu kosong. Memandang jauh kembali mengingat mimpinya.
Azam pun berdiri dan melangkahkan kakinya. Tanpa menghiraukan pertanyaan istrinya, ia pun meninggalkan kamarnya. Sedangkan sang istri, tetap membuntutinya dari belakang.
Azam menghampiri garasi rumahnya. Memandang 2 mobil dan 3 motornya. Lamborghini full modifikasi, Toyota Alpard, Harley Davidson, Ducati dan New Mega Pro lamanya, memenuhi garasi seluas 40 meter persegi.
Tanpa sepatah kata ia pun menghampiri ruang kerjanya. Memandang dinding seluas 20 meter persegi yang dipenuhi dengan piagam dan piala yang pernah diraihnya. Pengusaha tersukses, motivator terbaik, hingga Orang terkaya se-Jawa.
Tanpa sepatah kata 'lagi', ia pun menuju ke teras depan di lantai tiga. Memandangi sisi-sisi depan rumahnya yang terlihat dari depan. Rumah berarsitektur khas Jepang begitu menakjubkan.
Khusnul, yang sedari tadi mengikutinya, menyapanya dari belakang, "Ayah bermimpi tentang Palestina lagi ya? Apa lagi yang Ayah pertimbangkan?"
Seketika itu, Azam pun jatuh tersungkur. Tak tahan lagi dengan apa yang ia rasakan. Air matanya pun mengalir dari pelupuk kedua matanya. Sedang sang istri memeluk dan menghiburnya.
"Suara itu bukanlah suara sembarangan. Ayah hafal benar kata-kata itu. Suara itu tak sekedar panggilan jihad. Melainkan firman Allah yang begitu mulia." ujar Azam.
"Ada apa, Ayah? Mengapa nafas Ayah terengah-engah? Ayah mimpi buruk ya? Bunda ambilkan air minum untuk Ayah, ya?" tanya istrinya dengan bertubi-tubi. Namun, Tak satu pun kata yang keluar dari mulut Azam. Tak satu pun jawaban yang diberikan untuk istrinya. Tatapan matanya begitu kosong. Memandang jauh kembali mengingat mimpinya.
Azam pun berdiri dan melangkahkan kakinya. Tanpa menghiraukan pertanyaan istrinya, ia pun meninggalkan kamarnya. Sedangkan sang istri, tetap membuntutinya dari belakang.
Azam menghampiri garasi rumahnya. Memandang 2 mobil dan 3 motornya. Lamborghini full modifikasi, Toyota Alpard, Harley Davidson, Ducati dan New Mega Pro lamanya, memenuhi garasi seluas 40 meter persegi.
Tanpa sepatah kata ia pun menghampiri ruang kerjanya. Memandang dinding seluas 20 meter persegi yang dipenuhi dengan piagam dan piala yang pernah diraihnya. Pengusaha tersukses, motivator terbaik, hingga Orang terkaya se-Jawa.
Tanpa sepatah kata 'lagi', ia pun menuju ke teras depan di lantai tiga. Memandangi sisi-sisi depan rumahnya yang terlihat dari depan. Rumah berarsitektur khas Jepang begitu menakjubkan.
Khusnul, yang sedari tadi mengikutinya, menyapanya dari belakang, "Ayah bermimpi tentang Palestina lagi ya? Apa lagi yang Ayah pertimbangkan?"
Seketika itu, Azam pun jatuh tersungkur. Tak tahan lagi dengan apa yang ia rasakan. Air matanya pun mengalir dari pelupuk kedua matanya. Sedang sang istri memeluk dan menghiburnya.
"Suara itu bukanlah suara sembarangan. Ayah hafal benar kata-kata itu. Suara itu tak sekedar panggilan jihad. Melainkan firman Allah yang begitu mulia." ujar Azam.
Lanjutnya,
"Apa lagi yang ku harapkan di dunia ini?
Aku telah meraih segalanya.
Semua impian telah ku capai.
Tinggal surga yang belum aku punya.
Alloh telah mengabulkan segala keinginanku.
Alloh juga yang mewujudkan semua impianku.
Sampai kapan Aku harus lari dari perintah-Nya?
Perintah untuk berjihad di jalan-Nya?
Istriku yang aku cinta...
Jika engkau mencintai Ayah karena-Nya,
Relakanlah Ayah pergi ke Palestina...
Relakanlah Ayah pergi karena-Nya..."
Khusnul pun menghela nafas sejenak. Dan jawabnya,
"Suamiku yang aku cinta...
Jika engkau mencintai Bunda karena-Nya,
Ajaklah Bunda turut serta ke sana...
Ajaklah Bunda untuk menjemput surga-Nya..."
"Apa lagi yang ku harapkan di dunia ini?
Aku telah meraih segalanya.
Semua impian telah ku capai.
Tinggal surga yang belum aku punya.
Alloh telah mengabulkan segala keinginanku.
Alloh juga yang mewujudkan semua impianku.
Sampai kapan Aku harus lari dari perintah-Nya?
Perintah untuk berjihad di jalan-Nya?
Istriku yang aku cinta...
Jika engkau mencintai Ayah karena-Nya,
Relakanlah Ayah pergi ke Palestina...
Relakanlah Ayah pergi karena-Nya..."
Khusnul pun menghela nafas sejenak. Dan jawabnya,
"Suamiku yang aku cinta...
Jika engkau mencintai Bunda karena-Nya,
Ajaklah Bunda turut serta ke sana...
Ajaklah Bunda untuk menjemput surga-Nya..."
Semula Azam ingin menolak permintaan dari istrinya. Namun ia merasa tak adil jika ia menolak permintaan istrinya sedangkan istrinya menerima permintaan darinya. Tanpa sepatah kata, ia pun hanya menganggukkan kepalanya. Maka tampaklah senyum ceria di wajah istrinya.
Singkat cerita, bersama tim penyalur donasi untuk Gaza, keduanya turut serta ke Palestina. Menaiki K.M. Hati Merdeka, untuk mengarungi luasnya samudera.
Gaza... Dikelilingi tembok beton menjulang tinggi. Memiliki 8 buah pintu raksasa. Namun hanya satu yang bisa mereka lewati. Yakni Pintu Rafah yang bisa dilalui dari Mesir. Sedang 7 pintu lainnya mengarah ke Israel.
Tatkala mereka masuk dari Pintu Rafah, Mereka semua tampak terhenyak. Apa yang mereka lihat di sana, jauh berbeda dengan yang ada di Indonesia.
Namun, belum sampai mereka berhenti terkejut melihat apa yang nampak di hadapan mereka, dari langit tampak pesawat milik Zionis. Memeberikan sambutan selamat datang kepada mereka dengan sebuah rudal. Maka tewaskan sebagian besar dari mereka.
Kepulan asap mulai menghilang. Azam pun mencari istrinya. Namun apa yang ia temukan sungguh menghancurkan hatinya.
Dipeluknya dengan erat tubuh istrinya. Tubuh yang ditinggal oleh ruhnya, kini terbujur kaku. Luka akibat ledakan memenuhi sekujur tubuhnya.
Tampak senyuman manis dari bibirnya. Terlihat keceriaan dari raut wajahnya. Seakan-akan ia telah mendapatkan apa yang diinginkan. Yakni surga yang didambakan oleh semua orang.
Azam tampak meneteskan air matanya. Namun ia tak meratapinya. Bibirnya tersungging sebuah senyuman. Senyum yang penuh dengan keikhlasan.
"Tidurlah dengan tenang,
Duhai istriku sayang...
Dan tunggulah suamimu ini,
Di depan pintu surga nanti..."
Ia pun melanjutkan perjalanannya, namun tak lagi disertai kekasihnya. Menyelusuri Kota Gaza, ia dapatkan pemandangan yang sungguh menyayat hatinya.
Seorang ibu tewas telungkup, melindungi bayi kecilnya. Bagai induk ayam yang melindungi anaknya, dari serangan elang.
Seorang ayah berjalan goyah menggendong putrinya. Tangannya lunglai, matanya sayu. Tak kuasa merintih. Tak ada tangis, tak ada lagi air mata.
Di pertengahan jalan, tanpa sengaja ia menemukan sebuah senapan. Ia mengenalinya dengan baik dari internet. Namanya AK-47, dengan kecepatan 710 meter per detik. Masih ada banyak peluru di dalamnya. Megazen box 20 butir, megazen box RPK 30 butir. Dan Megazen drum RPK 50 butir. Cukup untuk mencabut nyawa 100 tentara Zionis.
Entah ia meniru Rambo, ataukah meneladani Barra bin Malik. Entah disebut berani, ataukah nekat, Ia pun menembus pertahanan Zionis dengan sendirian.
Setiap peluru yang dikeluarkannya, berhasil mencabut nyawa setiap tentara. Hingga peluru terakhir yang dikeluarkannya, ia telah menewaskan 100 tentara.
Peluru habis, riwayatnya pun habis. Dengan dihujani ratusan puluru dari para tentara, ia pun menemui syahidnya. Menemui bidadari mungil yang telah menantinya. Dan tentu saja, menemui Tuhannya.
Indonesia...
Adalah tanah kelahiran pasangan syuhada'...
Dan Palestina...
Menjadi makam bagi keduanya...
By Muhammad Azam, PhG, BK
0 komentar: